Rabu, 09 September 2015

Dapatkah Papua Barat 'Menang' di PIF?


Jakarta, Siep-Asso.News---Dalam rangka melindungi kehidupannya, menegakan dan melindungi hak-haknya, termasuk pandangan dan kehendak kolektif rakyat akan Papua yang merdeka dan rasa kekeluargaan sebagai bagian dari Melanesia dan Pasifik untuk turut berpartisipasi dalam semua dinamika kawasan, orang Papua diwakili The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah berhasil menjadi observer dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). Kini nasib ULMWP untuk menjadi observer di Pasific Islands Forum (PIF)sedang dirundingkan.

Pertemuan PIF sedang berlangsung. Telah dimulai tanggal 07-11 September 2015 di Port Moresby, PNG.

Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote dalam beberapa kesempatan menegaskan, menjadi observer di PIF adalah penting bagi lobi-lobi ULMWP untuk perlindungan hak atas hidup dari orang Papua di atas tanah airnya yang semakin punah dari kapitalisme, militerisme Indonesia yang menyerupai slow motion genoside, tapi yang terpenting, persoalan rakyat Papua Barat telah menjadi persoalan warga Melanesia dan warga Pasifik.

Lagi jelas Mote, persoalan Papua telah menjadi isu terhangat, mengisi hampir setiap sisi media massa baik cetak maupun elektonik di kawasan Melanesia dan Pasifik.

Masyarakat Sipil Pasifik Dorong Isu Papua

Menjelang pertemuan para pemimpin Pasifik (Forum Kepulauan Pasifik/PIF), masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah se Pasifik (PIANGO) telah bertemu di Port Moresby sebelum PIF diselenggarakan. Emele Duituturaga, Direktur PIANGO mengatakan, dua isu utama yang didorong oleh Piango untuk menjadi agenda utama dalam PIF adalah perubahan iklim dan Papua Barat.

Direktur PIANGO bahkan meminta maaf kepada rakyat Papua atas bungkamnya Pasifik selama sekian lama atas apa yang dialami rakyat Papua.

"Dalam pertemuan Pacifics Civil Society Organisations di Port Moresby 1-3 September lalu, kami telah menyampaikan pada publik permintaan maaf kepada rakyat Papua Barat atas ketidakpedulian kami dan sekian lamanya kami bungkam, tidak bereaksi atas penderitaan saudara-saudara kami di Papua Barat," jelas Emele.

Emele menambahkan, PIANGO bersama kelompok masyarakat sipil di Pasifik meminta para pemimpin Pasifik mendorong Papua Barat dikembalikan dalam daftar dekolonisasi PBB.

"Pasifik belum bebas jika Papua Barat belum lepas dari kolonialisme. Seluruh wilayah Pasifik harus bebas. Kini sebagian wilayah Pasifik yang masih terjajah seperti bangsa Kanaki akan menentukan nasib mereka sendiri. Juga Tahiti yang sudah masuh daftar dekolonisasi PBB. Mengapa Papua Barat tidak bisa? Negara-negara Pasifik punya kewajiban untuk membebaskan Papua Barat, saudara tua bangsa-bangsa di Pasifik," kata Emele.

Sementara itu, Peter ONeill, Perdana Menteri Papua Nugini yang akan menjadi Ketua PIF berikutnya, menegaskan lagi posisi PNG dalam isu Papua. 

"PNG akan Bicara Soal Papua Barat di PIF. Pemerintah PNG secara positif terlibat dengan Pemerintah Indonesia untuk masalah Papua Barat. Pasifik tidak bisa bicara tentang Papua Barat dalam isolasi. Pasifik harus bicara soal tentang Papua dengan Indonesia dalam satu meja yang sama," ujar ONeill.

ONeill juga menyampaikan bahwa ULMWP telah mendaftarkan aplikasi keanggotaan di PIF. Namun ONeill berpandangan, aplikasi tersebut akan ditolak oleh para pemimpin PIF.

"Itu butuh waktu. Saya pikir para pemimpin belum akan menerima aplikasi itu," ujar ONeill. 

Rakyat Papua Dukung ULMWP

Ketua Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se- Indonesa, Dewan Pimpinan Wilayah (AMPTPI-DPW) Indonesia Timur, Natan Naftali Tebay mengatakan, pertemuan negara-negara Pasifik yang akan dihelat di Papua Nugini dalam forum Pasific Island Forum (PIF)  merupakan salah satu dari 8 resolusi kongres AMPTPI ke III di Bilabong, Jakarta, Mei 2015 lalu.

"Dalam konggres AMPTPI ke III itu salah satu yang kami tetapkan adalah mendorong Papua menjadi anggota MSG, PIF dan ACF. Maka itu, seluruh mahasiswa Pegunungan Tengah di wilayah timur, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat mendukung proses yang akan berlangsung di Papua Nugini (PNG) pada tanggal 07 September," kata Natan Naftali Tebay di Jayapura, Minggu (06/09/2015).

Sementara itu, Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (GempaR) Papua di tanah Papua, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di tanah Jawa dan Bali, pelajar, mahasiswa dan rakyat Papua di tanah Papua dikoordinir untuk melakukan berbagai aksi mendukung ULMWP dalam lobi-lobi mewakili bangsa Papua dalam forum PIF.

"Kami sangat mendukung Pasifik Island Forum dapat menerima West Papua melalui United Liberation Movement for West Papua sebagai obsever agar dapat berperan aktif dalam membicarakan dan menyelesaikan masalah-masalah di kawasan ini secara bersama-sama," kata Victor Yeimo, Ketua Umum BPP-KNPB.

Empat pernyataan yang dirilis bersama adalah, pertama, bebaskan Papua Barat untuk menyelamatkan masyarakat Pasifik dari kolonialisme dan kapitalisme.Kedua, bebaskan Papua Barat untuk menyelamatkan masyarakat Pasifik dari pemanasan global. Ketiga, rakyat Papua Barat butuh bantuan rakyat Pasifik dari ancaman genosida. Keempat, mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirimkan tim khusus untuk menyelidiki status politik Papua dan Papua Barat.

ULMWP Dorong Tiga Isu di PIF

Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote dalam satu kesempatan wawancara bersama RNZ menjelaskan, ada tiga isu yang didorong ULMWP dalam PIF.

"Salah satunya adalah keanggotaan kami di PIF. Kedua, kami meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk utusan khusus dan melakukan penilaian HAM selain penilaian hak asasi manusia oleh para pemimpin forum sendiri (di Papua Barat). Dan kemudian, ketiga, mendorong Papua Barat kembali ke komite dekolonisasi PBB," tegas Mote.

Perjuangan ULMWP banyak kendala. Indonesia di pihak lain terus berupaya membungkam diplomasi rakyat Papua Barat dalam tingkatan MSG dan kini di forum PIF. Tidak diberikannya visa untuk Sekretaris Jenderal ULMWP, Benny Wenda ke PNG untuk menghadiri pertemuan PIF diduga merupakan salah satu permainan Indonesia.

Sementara Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengakui, Di kancah internasional nama Indonesia sedikit tercoreng dengan masalah di Papua. Termasuk dugaan tak bertanggungjawab bahwa pemerintah menganaktirikan secara sengaja dan melakukan slow motion genoside di Papua.

"Sekarang banyak isu Papua yang sangat tidak bertanggungjawab. Banyak hal tidak benar yang disampaikan atau disebarluaskan. Kita sudah memiliki satu roadmap untuk melakukan kontak. Kita tampilkan fakta. Misalnya otonomi daerah, bagaimana otonomi daerah berjalan kemudian pembangunan yang dilakukan di sana," kata Retno Marsudi di Gedung DPR usai melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Selasa 8 September 2015.

Rakyat sipil di Melanesia dan Pasifik secara umum telah mengambil persoalan Papua menjadi persoalan mereka. MSG telah menerima ULMWP menjadi observer. Itu sudah menjadi keberhasilan diplomasi bangsa Papua di tingkatan regional Melanesia dan kawasan Pasifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar