Senin, 23 November 2015

Najwa Shihab Dilaporkan ke Bareskrim, MKD: Kami Hanya Cari Pembocor


"Kami ini hanya melaporkan untuk mencari sumber kebocoran tersebut. Tak ada hubungannya dengan  Najwa Shihab. Dia menjalankan tugas jurnalistik, salah kalau kami dikatakan melaporkan Najwa. Kami hanya mencari orang yang membocorkan," katanya.
Menurut Dasco, transkrip dan rekaman yang diperoleh dan ditayangkan dalam acara Mata Najwa jelas berasal dari MKD.

"Sebab, hanya berselang sejam dari laporan ke MKD terus muncul di Mata Najwa. Ini jelas dari dalam. Dan kami tahu, ada tandanya. Yang disiarkan di Mata Najwa itu ada tanda MKD. Dan kami memburu orang tersebut," kata dia.
Selain itu, kata dia, MKD juga heran, sebab sering terjadi kebocoran dokumen di internal MKD.
"Ini bukan sekali saja terjadi, sudah sering, kita cari sumber kebocorannya. Tak ada kaitannya dengan Najwa Shihab, catat itu," ungkapnya.

Papua Harus Dijadikan Daerah Produksi

Siep-Asso Satu Hati News---Papua yang selama ini belum menjadi daerah produksi untuk berbagai komoditas, menyebabkan ongkos hidup dan biaya ekonomi sangat tinggi. Perlu ada upaya menjadikan Papua sebagai sentra produksi tertentu, sehingga bisa menurunkan biaya hidup.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Penelitian Politik, LIPI Adriana Elisabeth dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Senin (23/11). Selama ini tingkat kemiskinan di Papua tertinggi di Indonesia. Padahal, Papua sangat kaya dengan sumber daya alam. Selama belum menjadi daerah produksi, biaya ekonomi di Papua masih tinggi. Ini menjadi kenyataan yang ironis.
“Sumber daya alam Papua sangat kaya. Tapi ekonomi Papua tetap tak kunjung membaik,” ujar Adriana. Pemerintah, sambung peneliti ini, sedang memperbaiki kondisi tersebut. Hal lainnya yang jadi sorotan adalah Papua masih selalu dipersepsikan sebagai daerah konflik. Ini berdampak pada pendekatan keamanan yang selalu dilakukan pemerintah di Jakarta dalam memperlakukan kawasan paling timur di Indonesia itu.
 Jakarta harus merubah sudut pandangnya terhadap Papua. Jangan lagi ada stigma sebagai daerah konflik. Menurut Adriana, banyak PR yang harus segera diselesaikan di bumi Papua, terutama masalah sosial dan ekonomi. Kecemburuan sosial di Papua masih sangat tinggi. Orang Papua masih cemburu terhadap para pendatang yang ternyata lebih berdaya daripada penduduk asli Papua.
Sementara itu, pembicara lainnya Yuri Octavian Thamrin mengemukakan, pentingnya pemerintah Indonesia menoleh ke kawasan Asia Pasifik untuk membangun kerja sama kawasan yang saling menguntungkan. Indonesia yang berada di kawasan Pasifik Selatan menghadapi banyak masalah kawasan. Di antaranya soal isu lingkungan dan perubahan iklim. Kawasan ini didominasi oleh Australia dan Selandia Baru.
Menurut Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kemenlu ini, urgensi membangun kerja sama kawasan, lantaran di Indonesia ada sekitar 15 juta jiwa etnis Malanesia. Kedekatan etnik seperti ini, bisa memudahkan membangun kerja sama yang saling menghargai dan menguntungkan. Di era Gus Dur sebagai Presiden, kawasan Pasifik sempat dilirik. Ada 14 negara di kawasan Pasifik Selatan. Kerja sama investasi tentu yang paling mungkin dilakukan.
Exxon Mobil, sambung Yuri, telah berinvestasi di sektor tambang Papua Nugini sebesar USD 1,6 miliar. Tiongkok juga menaruh saham mayoritas di tambang emas Fiji, salah satu negara di kawasan Pasifik. Selain dua pembicara di atas, hadir pula Yorrys Raweyai Anggota DPR dari Papua sebagai pembicara. Acara diskusi sendiri dimoderatori oleh Anggota DPR Robert Kardinal.
Diskusi FGD ini bertajuk “Otsus Aceh, Papua, dan Keistimewaan DI Yogyakarta”. Tema ini  menyoal tiga keistimewaan di tiga daerah. Ada banyak persoalan yang harus dipetakan kembali oleh pemerintah untuk menangani masalah dengan kekhasannya sendiri. 


Divonis Lebih Ringan, Mantan Politisi PDIP Pilih Tak Banding



Mantan politisi PDI Perjuangan, Adriansyah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa kasus gratifikasi itu langsung menerima putusan pengadilan.

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Tito Suhud memutuskan bahwa Adriansyah terbukti menerima gratifikasi dari pengusaha PT Mitra Maju Sukses, Andrew Hidayat. Gratifikasi itu diberikan setelah Adriansyah melancarkan izin usaha tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

"Memutuskan terdakwa Adriansyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan kedua," ujar Tito di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Selain hukuman penjara, Adriansyah juga dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan. 

Saat diminta hakim untuk menanggapi putusan itu, Adriansyah langsung menerima vonis tersebut. Dia mengakui kesalahan yang telah diperbuat.

"Setelah saya pertimbangkan dengan penasihat hukum, maka kami memutuskan menerima apa yang diputuskan bapak majelis hakim," ujar Adriansyah kepada majelis hakim di persidangan.

Di kesempatan yang sama, penasihat hukum Adriansyah, Bagus Sudarmono mengatakan putusan untuk menerima vonis didasari pada pembelaan pribadi terdakwa. Saat itu, Adriansyah telah menyatakan menyesal dengan perbuatannya. Oleh karena itu, apapun yang diputuskan oleh majelis hakim bakal diterima. 
"Ini putusan yang kami pikir sudah adil dan ideal dalam perkara ini. Kami sudah menyadari kesalahan dari terdakwa," ujar Bagus usai sidang.

Seperti diketahui, putusan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mengancam hukuman lima tahun penjara. Jaksa akan berpikir untuk mengajukan banding.

Jika jaksa mengajukan banding, Bagus menyatakan pihaknya juga akan mengajukan kontra memori banding.
Dalam dakwaannya, Adriansyah menerima uang dari Andrew Hidayat sebesar Rp1 miliar, US$ 50.000, dan 50.000 dolar Singapura. Maksud pemberian itu agar Adriansyah membantu pengurusan izin pertambangan. Andrew mengelola sejumlah perusahaan tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

KPK menangkap Adriansyah di Swiss Belhotel Sanur, Bali, sekitar pukul 18.45 Wita pada 9 April 2015. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang sebesar Rp 500 juta dalam pecahan dollar Singapura dan rupiah. 

Di tempat terpisah, KPK juga menangkap Andrew Hidayat di sebuah hotel di wilayah Senayan, Jakarta. Penuntut umum menjerat Adriansyah dengan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.