Senin, 23 November 2015

Papua Harus Dijadikan Daerah Produksi

Siep-Asso Satu Hati News---Papua yang selama ini belum menjadi daerah produksi untuk berbagai komoditas, menyebabkan ongkos hidup dan biaya ekonomi sangat tinggi. Perlu ada upaya menjadikan Papua sebagai sentra produksi tertentu, sehingga bisa menurunkan biaya hidup.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Penelitian Politik, LIPI Adriana Elisabeth dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Senin (23/11). Selama ini tingkat kemiskinan di Papua tertinggi di Indonesia. Padahal, Papua sangat kaya dengan sumber daya alam. Selama belum menjadi daerah produksi, biaya ekonomi di Papua masih tinggi. Ini menjadi kenyataan yang ironis.
“Sumber daya alam Papua sangat kaya. Tapi ekonomi Papua tetap tak kunjung membaik,” ujar Adriana. Pemerintah, sambung peneliti ini, sedang memperbaiki kondisi tersebut. Hal lainnya yang jadi sorotan adalah Papua masih selalu dipersepsikan sebagai daerah konflik. Ini berdampak pada pendekatan keamanan yang selalu dilakukan pemerintah di Jakarta dalam memperlakukan kawasan paling timur di Indonesia itu.
 Jakarta harus merubah sudut pandangnya terhadap Papua. Jangan lagi ada stigma sebagai daerah konflik. Menurut Adriana, banyak PR yang harus segera diselesaikan di bumi Papua, terutama masalah sosial dan ekonomi. Kecemburuan sosial di Papua masih sangat tinggi. Orang Papua masih cemburu terhadap para pendatang yang ternyata lebih berdaya daripada penduduk asli Papua.
Sementara itu, pembicara lainnya Yuri Octavian Thamrin mengemukakan, pentingnya pemerintah Indonesia menoleh ke kawasan Asia Pasifik untuk membangun kerja sama kawasan yang saling menguntungkan. Indonesia yang berada di kawasan Pasifik Selatan menghadapi banyak masalah kawasan. Di antaranya soal isu lingkungan dan perubahan iklim. Kawasan ini didominasi oleh Australia dan Selandia Baru.
Menurut Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kemenlu ini, urgensi membangun kerja sama kawasan, lantaran di Indonesia ada sekitar 15 juta jiwa etnis Malanesia. Kedekatan etnik seperti ini, bisa memudahkan membangun kerja sama yang saling menghargai dan menguntungkan. Di era Gus Dur sebagai Presiden, kawasan Pasifik sempat dilirik. Ada 14 negara di kawasan Pasifik Selatan. Kerja sama investasi tentu yang paling mungkin dilakukan.
Exxon Mobil, sambung Yuri, telah berinvestasi di sektor tambang Papua Nugini sebesar USD 1,6 miliar. Tiongkok juga menaruh saham mayoritas di tambang emas Fiji, salah satu negara di kawasan Pasifik. Selain dua pembicara di atas, hadir pula Yorrys Raweyai Anggota DPR dari Papua sebagai pembicara. Acara diskusi sendiri dimoderatori oleh Anggota DPR Robert Kardinal.
Diskusi FGD ini bertajuk “Otsus Aceh, Papua, dan Keistimewaan DI Yogyakarta”. Tema ini  menyoal tiga keistimewaan di tiga daerah. Ada banyak persoalan yang harus dipetakan kembali oleh pemerintah untuk menangani masalah dengan kekhasannya sendiri. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar