Siep-Asso Satu Hati News---Papua yang selama
ini belum menjadi daerah produksi untuk berbagai komoditas, menyebabkan ongkos
hidup dan biaya ekonomi sangat tinggi. Perlu ada upaya menjadikan Papua sebagai
sentra produksi tertentu, sehingga bisa menurunkan biaya hidup.
Demikian
disampaikan Ketua Pusat Penelitian Politik, LIPI Adriana Elisabeth dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Badan Kerja Sama
Antar-Parlemen (BKSAP), Senin (23/11). Selama ini tingkat kemiskinan di Papua
tertinggi di Indonesia. Padahal, Papua sangat kaya dengan sumber daya alam.
Selama belum menjadi daerah produksi, biaya ekonomi di Papua masih tinggi. Ini
menjadi kenyataan yang ironis.
“Sumber daya alam
Papua sangat kaya. Tapi ekonomi Papua tetap tak kunjung membaik,” ujar Adriana.
Pemerintah, sambung peneliti ini, sedang memperbaiki kondisi tersebut. Hal
lainnya yang jadi sorotan adalah Papua masih selalu dipersepsikan sebagai
daerah konflik. Ini berdampak pada pendekatan keamanan yang selalu dilakukan
pemerintah di Jakarta dalam memperlakukan kawasan paling timur di Indonesia
itu.
Jakarta harus
merubah sudut pandangnya terhadap Papua. Jangan lagi ada stigma sebagai daerah
konflik. Menurut Adriana, banyak PR yang harus segera diselesaikan di bumi
Papua, terutama masalah sosial dan ekonomi. Kecemburuan sosial di Papua masih
sangat tinggi. Orang Papua masih cemburu terhadap para pendatang yang ternyata
lebih berdaya daripada penduduk asli Papua.
Sementara itu,
pembicara lainnya Yuri Octavian Thamrin mengemukakan, pentingnya pemerintah
Indonesia menoleh ke kawasan Asia Pasifik untuk membangun kerja sama kawasan
yang saling menguntungkan. Indonesia yang berada di kawasan Pasifik Selatan
menghadapi banyak masalah kawasan. Di antaranya soal isu lingkungan dan
perubahan iklim. Kawasan ini didominasi oleh Australia dan Selandia Baru.
Menurut Direktur
Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kemenlu ini, urgensi membangun kerja sama
kawasan, lantaran di Indonesia ada sekitar 15 juta jiwa etnis Malanesia.
Kedekatan etnik seperti ini, bisa memudahkan membangun kerja sama yang saling
menghargai dan menguntungkan. Di era Gus Dur sebagai Presiden, kawasan Pasifik
sempat dilirik. Ada 14 negara di kawasan Pasifik Selatan. Kerja sama investasi
tentu yang paling mungkin dilakukan.
Exxon Mobil,
sambung Yuri, telah berinvestasi di sektor tambang Papua Nugini sebesar USD 1,6
miliar. Tiongkok juga menaruh saham mayoritas di tambang emas Fiji, salah satu
negara di kawasan Pasifik. Selain dua pembicara di atas, hadir pula Yorrys
Raweyai Anggota DPR dari Papua sebagai pembicara. Acara diskusi sendiri
dimoderatori oleh Anggota DPR Robert Kardinal.
Diskusi FGD ini
bertajuk “Otsus Aceh, Papua, dan Keistimewaan DI Yogyakarta”. Tema ini
menyoal tiga keistimewaan di tiga daerah. Ada banyak persoalan yang harus
dipetakan kembali oleh pemerintah untuk menangani masalah dengan kekhasannya
sendiri.